Selasa, 24 Juni 2008

TAK SEKEDAR BIOGRAFI IDHAM CHALID


by King Syahir


Judul: Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid Tanggung Jawab Politik NU Dalam Sejarah

Editor: Arief Mudatsir Mandan

Penerbit: Pustaka Indonesia Satu (PIS), 2008

Halaman: xxii+466

Harga: 100.000 (soft cover), 150.000 (hard cover)


Dalam buku yang berjudul Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid Tanggung Jawab Politik NU Dalam Sejarah, bangsa Indonesia, khususnya warga Nahdliyyin, akan melihat sosok Idham Chalid sebagai seorang birokrat, ulama tokoh organisasi, politisi dan sekaligus pejuang. Ketokohannya layak untuk diteladani oleh semua generasi.


Ingin tahu mengenai perjalanan politik di negeri ini pasca kemerdekaan, bacalah buku ini. Atau ingin memahami kiprah Nahdlatul Ulama, saat menjadi partai politik dan sebagai ormas Islam, dalam membangun negara baca juga buku terbitan Pustaka Indonesia Satu ini. Tidak hanya itu, bagi Anda yang gemar membaca profil tokoh bacalah buku ini. Di dalamnya disajikan profil sosok istimewa di Indonesia ini, lebih khusus, di kalangan NU yakni KH. Idham Chalid.

Sosok yang digambarkan secara jeli ini tidak lain adalah tokoh yang paling lama memimpin NU. Sehingga muncul pencitraan terhadap dirinya dan NU. Ibaratnya, Idham ya NU, NU ya Idham. Citra ini muncul karena masa yang begitu lama dalam kepemimpinannya di NU yakni 28 tahun (1956-1984).

Tokoh ini memiliki andil besar dalam membangkitkan kembali NU di era 1950 hingga 1960-an. Bersama KH. Wahab Chasbullah, Idham mampu menyegarkan NU mulai dari tingkat ranting hingga pusat. Sebuah prestasi yang diraih NU pada masa kepemimpinan Idham adalah ketika mengikuti Pemilu 1955. Waktu itu, NU berhasil meraih posisi ke tiga. Sebuah catatan yang luar biasa.

Jika NU tidak dapat dipisahkan dari Idham ketika itu, begitu halnya dengan Indonesia. Perjalanan bangsa negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran penting seorang Idham Chalid. Sebelum 1965 NU menempati tiga besar partai politik, namun setelah memasuki masa-masa Orde Baru, NU justru meraih kemengan yang signifikan. Partai ini mampu menduduki peringkat kedua setelah Golkar. Ini tidak lepas dari peran dan kepemimpinan tokoh kelahiran Satui, 27 Agustus 1921 ini.

Seiring kesuksesan NU, karir politik Idham juga meroket. Ia tercatat pernah duduk di kursi Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjoyo (1956-1957). Dan pada saat Presiden Soekarno jatuh pada 1966, sosok yang dianggap dekat dengan Bung Karno ini tetap bertahan. Bahkan, oleh penguasa Orde Baru ia dipercaya menjadi Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967-1970), Menteri Sosial (1970-1971) dan setelah itu terpilih menjadi Ketua DPR/MPR RI (1971-1977) dan ketua DPA (1977-1983). (hal. Ix)

Dalam buku yang berjudul Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid Tanggung Jawab Politik NU Dalam Sejarah, bangsa Indonesia, khususnya warga Nahdliyyin, akan melihat sosok Idham Chalid sebagai seorang birokrat, ulama tokoh organisasi, politisi dan sekaligus pejuang. Ketokohannya layak untuk diteladani oleh semua generasi.

Buku setebal 466 halaman ini selain mengangkat ketokohan Idham Chalid juga memiliki muatan sejarah yang sangat kuat. Dengan membaca buku ini akan ditemukan banyak hal tentang wawasan politik, ke-NU-an dan tentunya, ketangguhan dan kecerdikan seorang Idham Chalid.

Nampang Doang


Sayyidina Umar ra. Dia sosok pemimpin yang memiliki catatan kepribadian yang luar biasa dan layak ditiru. Pada satu ketika ia datang ke sebuah rumah yang dihuni seorang janda dengan beberapa anak. Keluarga ini dalam kondisi kelaparan yang sangat. Mendengar itu, ia membawakan bekal makanan untuk mereka yang dipanggulnya sendiri.

Mulia, bukan? Adakah pemimpin seperti mereka sekarang ini. Boro-boro datang ke ke sebuah keluarga dengan membawa sembako yang dipanggulnya sendiri. Menyapa rakyatnya ketika bertemu di jalana saja tidak.

Sekarang ini yang lebih ngetrend adalah pemimpin cukup memasang gambar berukuran besar di perempatan jalan atau di pusat-pusat ramai manusia. Bagaimana memikat hati rakyat jika hanya gambar yang terpampang. Tidak adakah cara yang lebih humanis dan populis selain Nampang Doang?