Rabu, 23 April 2008

Berawal dari Hari Raya Qurban



Aku terlambat datang menghadiri perayaan Hari Raya Qurban. Acara ini diselenggarakan Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Kebayoran Lama. Di organisasi inilah aku menempa diri selama kuliah. Aku senang pernah dikader di PMII. Karena aku dapatkan banyak hal yang tidak aku dapatkan di kampus (PTIQ).

Tepat pada acara Qurban itu (aku lupa tanggalnya) aku disapa seorang mahasiswi dari IIQ. Dia adalah anggota PMII juga. “Ka Syahir, kan?” begitu tanyanya kepadaku. “Oh, Inne, ya?” aku kembali bertanya kepadanya. Dari situ aku mulai berpikir, “selama ini aku tidak pernah mengenalnya, bersama atau bahkan berbincang-bincang dengannya’. Namun, aku, Ge Er, sebagai senior aku percaya bahwa adik-adik di PMII mengenal kakak-kakaknya. Termasuk Inne, ia mengenalku meski tidak pernah saling menyapa. Dan sapaannya pada waktu itu merupakan yang pertama kalinya dan itu sangat membekas.

Kenapa, aku terus teringat dengan Inne. Sebagai orang yang penasaran, aku melakukan investigasi kecil-kecilan. Kepada para temannya aku minta identitasnya dan yang trerpenting aku cari nomor handphonnya (HP). Kutemukanlah hp-nya. Dan kukirim sms kepadanya dengan sedikit pujian dan teka-teki. Tapi, sebelumnya aku juga mengenalkan diri.

Hari terus berjalan menyusul minggu dan menghampiri bulan. Aku ungkapkan perasaanku pada gadis keturunan Sunda ini. Tetapi, keputusan itu tetap melalui proses yang lumayan panjang. Dalam lamanya proses itu, aku menemukan ada signal (dalam istilah poncelnya) atau getaran asmara (dalam istilah orang-orang yang jatuh cinta).

Salah satu contoh getaran itu ada atau signal itu kuat adalah ketika ia menawarikua untuk menemaninya datang ke Perpustakaan Iman Jama. Perpustakaan inilah yang menjadi rujukan setiap mahasiswa dari berbagai kampus untuk mencari referensi. Di antaranya adalah mahasiswa PTIQ, IIQ dan UIN. Termasuk aku yang, dapat dibilang sering, datang ke perpustakaan yang terletak tidak jauh dari Terminal Lebak Bulus.

Ketika ia meminta untuk ditemani datang ke Iman Jama, aku tidak menolaknya. Bahkan, permintaan itu adalah yang aku tunggu-tunggu. Ini adalah dating pertama kita berdua. Dan, alhamdulillah, sukses. Serta menjadi kencan pertama sebelum kita mengikat tali cinta yang pada waktu itu belum tertali di antara kita.

Dalam kesempatan berikutnya, kita janjian di tempat yang sama. Dalam pertemuan yang kedua inilah berlanjut ke tempat lain, tepatnya di Taman Situ Gintung. Nah, di sinilah aku utarakan isi hatiku. Layaknya seorang perempuan, ia tidak serta merta menerimaku. Ada beberapa hal yang membuatnya menggantungkan jawabannya. Di antaranya, dalam hatinya terdapat beberapa orang yang menginginkannya untuk menjadi dambaan hati. Selain itu, ia ingin menunjukkan kepada dirinya bahwa aku benar-benar mencintainya.

Oleh sebab itu, dalam beberapa waktu berikutnya, ia berujar bahwa benih cintanya kepadaku sudah mulai tumbuh, namun bila diprosentase Cuma 50 persen. Ya, selebihnya ada di di orang-orang yang mendamabkannya.

bersambung...........

Dua Garis Merah Muda


Setiap tanggal sebelas atau dua belas, biasanya istriku (kini sudah aku panggil Bunda untuk buah hatiku nanti) haid. Tiap tanggal itu datang aku selalu sedikit resah. Biasanya, bunda kasih kabar ke aku. “Sayang, hari ini aku mulai haid,” begitu katanya setiap kali datang bulan.

“Tak usah resah. Kita telah berusaha. Allah Swt. yang menentukan semuanya,” begitu kataku membesarkan hatinya. Selain dengan mengungkapkan motovasi secara langsung, aku memberinya pengertian via sms. “Segala yang datang kepada kita adalah amanah dari-Nya. Semuanya datang pada waktunya. Mungkin, kita dalam pandangan Allah belum siap menrima amanat itu,” begitulah salah satu sms yang pernah aku kirim keistriku dari tempat kerja.

Memang, setelah menikah pada 1 September 2007 kita berdua tidak ingin menunda kehamilan. Selain kita berdua ada keluarga yang juga nyupport untuk segera punya momongan. Dan, di pihak kita sendiri mempertimbangkan umur. Aku, pada waktu menikah berusia 29 dan bunda 22. Tujuannya, biar, pada satu saat nanti anak kita sudah beranjak dewasa kita berdua masih sehat dan bugar. Dengan demikian, masih kuat mencari nafkah dan membiayai mereka (anak-anak) kami sekolah.

Oya, ke soal haidnya bunda tadi. Selama berumah tangga, hingga saat tulisan ini aku ketik, sudah berumur 8 bulan, terus saja mengalami haid. Artinya, kita berdua belum diberi tanda-tanda kehamilan. Selam itu, kita selalu berharap dan terus menanti. Sepanjang penantian kita tidak henti-hentinya ikhtiar dan berdoa. Doanya pun macam-macam, caranya juga berda-beda.

Biasanya,kita berdoa seusai shalat lima waktu yang sempat kita dirikan secara berjamaah. Misalnya, magrib, isya dan subuh. Terkadang juga tahajud, jika tubuh ini tidak capek banget. Pada hari sabtu atau minggu juga kita sempatkan jamaah. Karena aku tidak kerja. bersambung...........