by King Syahir
Rasulullah Saw pernah ditegur Allah Swt. Teguran itu terkait dengan keputusan tabanny yang diambil Rasulullah terhadap Zaid bin Haritsah. Ihwal tabanny ini adalah ketika Zaid bin Haritsah yang seorang hamba sahaya dibeli oleh Hakim bin Hizam untuk dihadiahkan kepada Khadijh. SetelahKhadijah menikah dengan Rasulullah, dihadiahkanlah Zaid ini kepada Rasulullah. Itu terjadi sebelum masa kenabian.
Padasatu saat ayah dan paman Zaid dating dan memohon kepada Nabi untuk mengembalikanZaid kepadanya. Kemudian Rasulullah memberikan kebebasan kepada Zaid untuk memilih, tetap bersama Rasulullah atau kembali ke pelukan orang tuanya? Maka Zaid memilih tetap tinggal bersama Rasulullah. Oleh sebab itulah nama Zaid dinasabkan kepada Muhammad Saw.
Namun, Allah tidak mengizinkan keadaan itu berlangsung lama. Allah menurunkan ayat yang melarang adopsi serta membatalkan prakteknya. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam QS. Al-Ahzab (33): 4.
Artinya kira-kira begini, ”Allah tiada menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya. Dan Dia tidak menjadikan isteri-isteri kamu yang kamu zhihar itu sebagai ibu-ibu kamu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu menjadi anakmu. Itu hanyalah perkataanmu dengan mulutmu saja. Dan Allah mengatakan kebenaran dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”.
Sebenarnya, ayat tersebut tidak hanya menyinggung tentang adopsi saja. Allah juga menyinggung yang sering dilakukan orang-orang Arab dan dikategorikan sebagai kebiasaan yang buruk. Hal-hal tersebut adalah kebiasaan orang Arab Jahiliyah yaitu melakukan dhihar terhadap istrinya.
Bagaimana praktik dhihar itu? "Anti `alay ya kazahri ummi" (punggungmu atasku seperti punggung ibuku). Dengan mengucapkan kalimat seperti itu maka haramlah ia mencampuri istrinya. Inilah dhihar dalam gambaran secara sederhana.
Satu persoalan lagi yang diungkap dalam ayat ini adalah mengenai “qalbaini”. Apa yang dimaksud dengan qalbaini. Dari sisi bahasa qalbaini berasal dari kata qalb yang berarti hati. Qalbaini sama dengan dua hati.
Turunnya ayat ini setidaknya merupakan sindiran dan sanggahan Allah terhadap orang-orang kafir yang menyatakan bahwa mereka memiliki dua hati. Dan masing-masing dua hati tersebut memiliki kesadaran yang lebih dibanding yang dimiliki Nabi Muhammad. Dua hati yang dimaksud adalah hati yang iman dan hari yang kafir.
Dalam kasus terakhir ini, penulis bermaksud untuk meng-qiyaskan dengan kebiasan orang-orang munafik. Kaum kafir era jahuliyah yang mengklaim dirinya memiliki dua hati sama halnya dengan para munafikin. Siapakah mereka yang dianggap sebagai munafik yakni orang-orang yang tidak pernah konsisten dalam setiap ucapannya (muhadatsah), janji (wa’d) dan komitmennya (amanat). Orang kafir yang mengklaim memiliki dua hati menganggap dirinya bisa sewaktu-waktu beriman dan pada waktu lain kufr. Sedangkan orang munafik selalu merubah wajahnya sewaktu-waktu dengan ucapan, tindakan dan komitmen yang berbeda.
Meskipun memiliki tiga ayat (tanda), seperti yang disabdakan Nabi Saw, biasanya orang munafik disebut juga dengan orang yang bermuka dua. Prakteknya, jika berbicara dihadapan seseorang tentang satu hal maka hal itu akan diungkapkan dengan berbeda di hadapan orang yang berbeda pula. Semua itu dinyatakan dengan tujuan dan maksud tertentu.
Pernah menjumpai orang semacam ini?